Senin, 16 Desember 2013

Lomba Cerpen Anak Gurita

MENGAMUKNYA PAK GURI
Oleh : Ganda Rudolf

Sudah beberapa hari ini penduduk di negeri Laut Biru dilanda gempar dan takut. Pak Guri yang terkenal ramah dan baik hati, tiba-tiba mengamuk penuh amarah. Tintanya menyembur menghitamkan terumbu karang, rumput laut, bahkan para ikan yang melintas di sekitar dirinya.
“Ggrradaww! Glegar! Ggrradaww!” sesekali terdengar jeritan menakutkan mengiringi salah satu lengannya yang memecut tanpa arah.

Para ikan yang mendengarnya kocar-kacir menyelamatkan diri. Anak-anak ikan menangis, ibu mereka menjerit-jerit histeris. Sementara para ayah hanya sanggup menggeretakkan rahang tanda geram. Tak ada yang berani mencoba mendekati gurita merah itu untuk menenangkannya. Mereka takut menjadi sasaran lengan yang bagaikan cambuk itu.
Terdengar di kejauhan teriakkan umpatan para pemilik rumah karena atapnya berubah jadi hitam.
Terdengar tangisan salah satu anak ikan karena mainannya berubah warna menjadi hitam.
“Sroot! Srooot! Sroooot!” tinta-tinta itu tanpa terkendali terus menyemprot apapun di sekitarnya.
“Ggrradaww! Glegar! Ggrradaww!” terdengar lagi jeritan dan lecutan yang memekakkan telinga.
Keadaan sudah semakin meresahkan. Mereka cemas. Tak lama lagi warna biru laut akan berubah menjadi hitam pekat. Tak lama lagi akan ada korban keganasan lengannya.
“Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?” keluh Pak Kuro, seekor penyu yang tempurungnya menghitam. Ia salah satu korban semburan tinta gurita.
“Aku tak tahu. Kemarin aku lihat ia masih bermain dengan anak-anak ikan di Taman Ganggang Merah,” kata seekor udang mantis.
Ya, sebelumnya banyak anak ikan senang bermain dengan Pak Guri. Apalagi ketika bergelayutan di lengan-lengannya. Karena begitu mereka memegang lengannya, Pak Guri akan memutar-mutar badan bagaikan komidi putar. Mungkin sekarang mereka harus melupakannya. 
 Tiba-tiba, dalam keadaan yang genting itu, datang seekor makhluk laut menyerupai Pak Guri. Hanya yang ini lebih kecil.
Tanpa gentar, dengan pinset dan sebuah pisau kecil yang baru saja ia keluarkan dari tas, ia menerobos selubung hitam yang menutupi gurita mengamuk itu.
“Itu Dokter Tomi! Sedang apa cumi-cumi itu?” pekik seekor kerang yang cangkangnya juga bernoda hitam. “Berani sekali dia mendekati Pak Guri yang sedang mengamuk. Tidak takutkah dia terkena lecutan lengan itu?”
Sayang, dokter cumi-cumi itu tak mendengarnya.
Beberapa detik kemudian terdengar suara menggelegar.
“Ggrradaww! Aw…aw…aw…!”
Keadaan kemudian senyap. Tak ada lagi serangan tinta bertubi-tubi yang menutupi pandangan mata. Tak ada lagi suara lecutan lengan yang memekakkan telinga.
Wajah para ikan memucat, menahan napas. Pertanyaan-pertanyaan mulai berkecamuk di kepala mereka. Apa yang telah terjadi? Apakah cumi-cumi itu terkena pukulan Pak Guri? Apakah Dokter Tomi berhasil menjinakkan gurita itu?
Selubung hitam perlahan memudar memperlihatkan Dokter Tomi dan Pak Guri di sampingnya baik-baik saja.
“Inilah yang menyebabkan teman kita terlihat seperti mengamuk,” kata Dokter Tomi sambil mengangkat pinset yang mengapit sebuah benda hitam panjang dengan ujung yang lancip bernoda merah. “Pak Guri tertusuk duri landak laut.”
“Oh!” para ikan menghela napas lega.
“Aku tak sengaja menginjaknya dalam perjalanan pulang dari Taman Ganggang Merah,” kata Pak Guri tersenyum.
“Kenapa kamu tidak memberitahu kami kalau kamu tertusuk duri landak laut?” tanya seekor ikan kuda laut.
“Maaf. Aku terlalu sibuk menjerit karena rasanya sakit sekali,” jawab Pak Guri.
“Lalu, mengapa kamu bertubi-tubi menyemprotkan tinta sembarangan? Lihatlah! tempurungku hitam jadinya,” gerutu Pak Kuro.
“Aku menyesal Pak Kuro. Aku pun tak mengerti, mengapa kantong tintaku menyemprot tak terkendali,” sesal Pak Guri.
“Itu karena insting makhluk laut seperti kami, Pak Kuro. Bila kami panik, kami mengeluarkan tinta untuk melindungi diri,” Dokter Tomi yang menjawab.
“Lalu, mengapa kamu suka memecutkan salah satu lenganmu sembarangan? Bisa-bisa salah satu teman kita terkena dan luka!” kata Pak Kuro lagi.
“Maaf, Pak Kuro. Aku mengira dengan mengguncang-guncangkan lenganku yang tertusuk ini, duri itu akan keluar sendiri. Ternyata tidak!” jelas Pak Guri dengan wajah menyesal.
“Oh, begitu. Ya, sudahlah. Sekarang yang penting Pak Guri sudah sembuh,” ucap Pak Kuro tersenyum.
   Para penduduk dapat menerima penjelasan itu. Jadi mereka tak lagi mempersoalkan terumbu karang yang hitam, rumput laut yang hitam, atap rumah yang hitam, mainan yang hitam dan kekhawatiran datangnya korban lengan gurita. Sekarang mereka lega karena Pak Guri kembali seperti yang mereka kenal selama ini. Ramah dan baik hati.


Cerpen ini diikutkan dalam Lomba Cerpen Anak Gurita

2 komentar: